Tiga Tingkatan Orang Yang Berpuasa

0
2312

PONDOKTREMAS.COM-Puasa adalah ibadah yang penuh dengan misteri, bagaimana tidak, orang lain sama sekali tidak bisa menilai puasa yang dilakukan dirinya, artinya yang tahu batas dan ukuran seseorang dalam melakukan puasa tidak lain adalah dirinya sendiri dan Allah SWT. Puasa bukan ibadah yang bisa diteliti oleh indrawi manusia, ia adalah ibadah antara hamba dengan Allah SWT. Puasa telah menjadi nisbat bagi Diri Allah SWT. itu sendiri dengan firman-Nya:

الصوم لى وأنا أجزي به

“Puasa itu untuk-Ku, dan Aku memberinya balasan secara langsung.”

Jika kita cermati, nilai sebuah puasa yang dilakukan oleh seorang hamba itu hanya Allah SWT yang mempunyai otoritas dan juga mengenai pahala baginya.

Adapun puasa itu memiliki tiga tingkatan, yakni puasa orang kebanyakan (awam), puasa orang istimewa (khusus) dan puasanya orang yang teristimewa (khususnya khusus). Puasanya orang awam adalah menjaga lapar dan haus serta farji (syahwat). Sedangkan puasanya orang istimewa adalah puasa yang dilakukan oleh orang-orang saleh, yaitu mencegah pancaindera dari melakukan maksiat. Adapun cara menjaganya adalah dengan melakukan lima perkara, yaitu:

Pertama, menundukkan pandangan mata dari perkara-perkara yang tercela menurut syara’.

Kedua, memelihara lidah dari menggunjing, berdusta, mengadu domba dan bersumpah palsu.

Sebagaimana dikatakan dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Anas ra. Dari Nabi SAW. Beliau bersabda:

خمسة أشياء تحيط الصوم أي تبطل ثوابه الكذب والغيبة والنميمة واليمين الغموس والنظر بشهوة

“Lima perkara yang dapat menghancurkan puasa-yakni membatalkan pahalanya-: berdusta, menggunjing, mengadu-domba, bersumpah palsu dan memandang lawan jenis dengan syahwat.”

Ketiga, mencegah telinga dari mendengarkan apa saja yang tidak seharusnya didengarkan (makruh).

Keempat, mencegah seluruh anggota tubuh dari hal-hal yang dibenci oleh Allah (makruh) dan mencegah perut dari memakan makanan yang belum jelas kehalalannya (syubhat) di saat berbuka. Karena makanan yang tidak halal tidak menjadikan puasa itu berarti, malah menghancurkan nilai kesucian puasa itu sendiri. Seperti halnya seseorang ingin membangun gedung dengan menghancurkan kotanya. Nabi SAW. Bersabda:

كم من صائم ليس له من صائمه إلا الجوع والعطش

“Berapa banyak orang yang kelihatannya berpuasa, namun tidak memperoleh apapun dari puasanya melainkan lapar dan haus.”

Jadi, sangat sia-sia berlapar-lapar seharian namun sama sekali tidak mendapatkan pahala karena sebuah kesalahan.

Kelima, tidak makan minum berlebihan hingga kenyang di saat berbuka puasa meskipun makanan tersebut halal. Setiap kebolehan pasti ada batas-batas larangan untuk tidak dilampauinya. Sebagaimana sabda Nabi SAW:

ما من وعاء أبغض إلى الله من ملئ من الحلال

“Tidak ada sebuah wadah yang lebih dibenci oleh Allah daripada perut yang dipenuhi makanan halal.”

Adapun yang dimaksud dengan puasanya orang-orang yang teristimewa adalah puasa hati dari keinginan-keinginan yang rendah (hina) dan pikiran-pikiran duniawi serta mencegah hatinya untuk berpaling dari Allah SWT. Jika seseorang berpuasa namun masih sering berpaling dari Allah, maka puasanya batal. Dan puasa seperti ini adalah tingkatan para Nabi dan Rasul serta Shiddiqin. Ibadah yang mereka lakukan adalah sebuah totalitas tanpa batas dan benar-benar karena Allah SWT. Inilah yang disebut dengan derajat ikhlas. Wallahu A’lam Bisshawab.

Disarikan dari kitab: Zubdatul Wa’izhin. (Yusuf Ar-Rifai).