Hukum Mengumandangkan Adzan Tanpa Wudhu

0
1767

Beberapa waktu yang lalu, seorang pemuda di tempat saya tinggal ingin mengumandangkan azan. Namun beberapa orang yang ada di sana melarangnya, pasalnya ia belum berwudhu.

Mereka melihat pemuda itu baru datang dari luar, mukanya pun belum basah, sehingga orang-orang mengira bahwa pemuda itu belum wudhu. Mereka menyuruh pemuda itu untuk berwudhu terlebih dahulu sebelum mengumandangkan azan.

Benarkah demikian? Bolehkah mengumandangkan azan tanpa berwudhu?

Dalam sebuah hadits memang disebutkan bahwa tidak diperbolehkan mengumandangkan azan tanpa berwudhu.

وعن الزهري عن أبى هريرة عن النبي صلي الله عليه وسلم قال ” لا يؤذن الا متوضئ ” رواه الترمذي

Artinya, “Dari Zuhri, radliyallahu ‘anh, dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anh., dari Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “tidak azan seorang muadzin kecuali ia dalam keadaan telah berwudhu.” (HR. Tirmidzi)

Namun hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah karena hadits ini bermasalah. Menurut Imam an-Nawawi, Zuhri tidak pernah bertemu Abu Hurairah, sehingga hadits zuhri tersebut munqati’ atau terputus sanadnya.

والاصح أنه عن الزهري عن ابي هريرة موقوف عليه وهو منقطع فان الزهري لم يدرك أبا هريرة

Artinya, “kaul yang paling sahih adalah bahwa Zuhri dari Abu Hurairah itu terputus. Karena sebenarnya Zuhri tidak pernah bertemu dengan Abu Hurairah.” (Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmû’ alâ Syarḥ al-Muhaddzab, [Beirut: Dar al-Fikr, t.t], j. 3, h. 105)

Oleh karena itu, hadits ini tidak bisa dijadikan dalil ketidakabsahan melaksanakan azan tanpa berwudhu.

Ada hadits lain yang lebih tepat untuk dijadikan landasan atas hal ini, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Dawud, an-Nasai dan beberapa mukharrij yang lain dari sahabat Muhajir bin Qanfadz sebagai berikut:

عن المهاجر بن قنفذ رضي الله قال ” أتيت النبي صلى الله عليه وسلم وهو ييول فسلمت عليه فلم يرد علي حتى توضأ ثم اعتذر إلي فقال إني كرهت أن أذكر الله إلا على طهر أو قال على طهارة ” حديث صحيح

Artinya: “Dari Muhajir bin Qanfadz RA berkata: “Aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan ia sedang menunaikan hajat kecil di toilet, kemudian aku mengucapkan salam kepadanya, namun ia tidak menjawabnya hingga ia selesai berwudhu. Rasul kemudian memohon maaf dan mengemukakan alasan mengapa tidak menjawab salam al-Muhajir. Kemudian Rasul berkata, “Aku tidak suka menyebut asma Allah subhanahu wata’ala kecuali dalam keadaan suci (ala tuhrin),” atau ia berkata “ala thaharatin”. Hadits tersebut sahih.” (Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmû’ alâ Syarḥ al-Muhaddzab, [Beirut: Dar al-Fikr, t.t], j. 3, h. 105)

Karena dalam azan kita menyebut asma Allah subhanahu wata’ala, maka mengumandangkan azan dalam keadaan berhadats (tanpa berwudhu) diqiyaskan dengan kejadian Rasul yang tidak ingin mengucapkan salam sebelum beliau dalam keadaan suci, karena saat itu beliau baru saja selesai dari kamar mandi.

Hal inilah yang menjadi landasan para ulama syafiiyah bahwa mengumandangkan azan tanpa wudhu tetap sah, namun makruh. Sah dalam hal ini adalah tak perlu mengumandangkan azan lagi.

Para ulama Syafiiyah yang mengikuti pendapat ini adalah al-Hasan al-Bashri, Qatadah, Hammad bin Abi Sulaiman, Abu Hanifah, al-Tsauri, Ahmad, Abu Tsaur, Dawud, dan Ibn al-Mundzir.

Sedangkan para Imam yang menolak pendapat ini dan lebih memilih pendapat yang menyebutkan bahwa azannya orang yang tidak berdhu tidak sah adalah Atha’, Mujahid, al-Auzai, dan Ishaq. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa azannya sah tapi ketika iqamah ia harus sudah dalam keadaan berwudhu (suci dari hadats) (Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmû’ alâ Syarḥ al-Muhaddzab, [Beirut: Dar al-Fikr, t.t], j. 3, h. 105.)

Wallahu A’lam.

Sumber:NU Online