KH Luqman Harits Dimyathi menyebut tokoh agama terdahulu, seperti kiai kampung dan guru ngaji memiliki peran besar sebagai peletak batu landasan bagi generasi sesudahnya.
Bila saat ini banyak dijumpai tokoh agama dengan reputasi keilmuannya jauh lebih alim dan dengan gelar akademik yang lebih tinggi, namun keutamaan tetap ada pada mereka para pendahulu, kiai-kiai yang berhasil membangun tradisi keagamaan di tengah masyarakat.
Penjelasan itu ia sampaikan dalam acara haul ke-13 Eyang KH Muhsin yang digelar oleh masyarakat Dawung, Bumiharjo, Giriwoyo, Wonogiri, Jawa Tengah, Ahad malam (23/9).
“Alfadlu Lil mubtadi, wa in ahsanal muqtadi. Keutamaan itu ada pada senioritas. Senior itu lebih utama. Sekalipun yuniornya, generasi-generasi penerusnya lebih pintar,” katanya.
Kiai Luqman menambahkan, kalimat Alfadlu Lil mubtadi, wa in ahsanal muqtadi, seperti yang diungkapkan Abul Fadhal dalam kitabnya yang berjudul Al Amtsal adalah salah satu kata bijak yang cukup populer. Karena melalui ungkapan itu kita diajarkan untuk selalu menaruh hormat dan mengingat peran generasi terdahulu.
“Eyang Muhsin tidak memiliki gelar apa-apa. Gelar Profesor tidak, doktor tidak punya, apalagi gelar S1 juga tidak punya. Tapi bila saat ini cucunya ada yang bergelar profesor, keutamaan tetap ada pada eyang Muhsin,” jelas Katib Syuriyah PBNU itu.
Memperingati haul para ulama, seperti Eyang KH Muhsin, merupakan salah satu cara untuk mengetahui kiprah dan perjuangannya. Para ulama walaupun sudah wafat, namun sejatinya mereka masih hidup di sisi Allah SWT.
“Kita percaya pada mereka (para ulama). Walaupun kita tidak pernah menjumpai. Tapi kita percaya mereka punya keutamaan,” katanya.