Mereka membahas tentang penyempurnaan formula PMA (Peraturan Menteri Agama) tentang penyetaraan (Mu’adalah) jenjang pendidikan pondok pesantren Salafiyah (Salaf) dan Ashriyah (Modren).
Ketua FKPM KH Amal Fathullah Zarkasyi berharap agar formula yang dibahas pada rapat kali ini bisa diperbaharui sehingga menjadi bahan utama untuk diajukan kembali ke Kementerian Agama RI dan Departemen Pendidikan Nasional.
Pembahasan pada rapat FKPM terkait dengan kurikulum Salafiyah dan Ashriyah, fungsi pesantren, status, jenis, syarat pendirian serta kelulusan, dan ijazah. Harapan besarnya, pembaharuan itu bisa menyetarakan status pondok pesantren Salafiyah dan Ashriyah termasuk alumni-alumninya.
Sementara itu, Pengasuh Pondok Tremas KH Luqman Harist Dimyathi menyampaikan, masih ada beberapa alumni pesantren yang tidak bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi karena ijazah mereka belum diakui pemerintah.
Karena itu, kata KH Luqman, FKPM berencana akan mengadakan MoU dengan para Gubernur dan para Rektor Se-Indonesia untuk menyosialisasikan status lulusan pesantren mu’adalah yang telah diakui Pemerintah sejak tahun 2006 silam.
Peserta PMA ialah para kiai perwakilan 30 pondok-pondok pesantren Salafiyah dan Ashriyah terkemuka di Indonesia. Di antaranya adalah Pondok Tremas Pacitan, Pondok Modren Gontor, Pesantren Tebuireng Jombang, Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Mathali’ul Falah Kajen, Pati, Pesantren API Tegalrejo Magelang, Pesantren Al Amien Prenduan, Pesantren Lirboyo Kediri, Pesantren Ploso Kediri, Pesantren Al-Ikhlas Kuningan, Pesantren Darunnajah Jakarta, Pesantren Ta’mirul Islam Solo, dan Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta. (Zaenal Faizin)