
Perguruan Islam Pondok Tremas, sebagai salah satu institusi pendidikan Islam tertua di Jawa Timur, mencatatkan sejarah gemilang di bawah kepemimpinan KH. Hamid Dimyathi (1934-1948). Sosok kharismatik ini dikenang sebagai pionir reformasi pendidikan di lingkungan pesantren. Alumni Pondok Tremas, Iip Dzulkifli Yahya, memaparkan kiprah inspiratif KH. Hamid dalam acara Kopi Darmo TV9 Nusantara yang tayang pada Jum’at (18/04/2025).
Iip, yang juga merupakan Direktur Media Center PWNU Jawa Barat, mengungkapkan bahwa di bawah kepemimpinan KH. Hamid, Pondok Tremas mengalami transformasi signifikan dalam sistem pendidikannya. Salah satu langkah revolusioner yang beliau lakukan adalah memperkenalkan tradisi perpustakaan bagi para santri. Perpustakaan Pondok Tremas pada masa itu bahkan disebut-sebut sebagai yang terlengkap di antara pesantren-pesantren di Jawa Timur.
Selain itu, KH. Hamid memiliki metode unik dan efektif dalam memotivasi santri untuk aktif berbahasa Arab dalam interaksi sehari-hari. “Metodenya simpel tapi efektif. Kiai Hamid hanya mau bercakap-cakap dengan bahasa Arab dengan santrinya. Jadi, kalau santri ingin tahu atau berdiskusi dengan beliau, mau tidak mau harus menggunakan bahasa Arab,” terang Iip, mengutip dari kanal YouTube TV 9 NUSANTARA.
Lebih jauh, Iip menyoroti peran KH. Hamid dalam perjuangan kemerdekaan bangsa. Setelah Indonesia merdeka, KH. Hamid terpilih menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), yang merupakan cikal bakal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Bukti keterlibatan beliau dalam lembaga penting tersebut berhasil ditemukan melalui dokumen-dokumen sejarah.
“Beliau adalah alumni pelatihan ulama pada masa pendudukan Jepang. Para alumni pelatihan ulama inilah yang kemudian menjadi para pengurus Masyumi di daerah-daerah, termasuk Kiai Hamid,” ungkap Iip.
Namun, takdir tragis menimpa KH. Hamid. Beliau menjadi salah satu korban keganasan PKI pada peristiwa kelam di Tirtomoyo pada Oktober 1948. Iip mengutip catatan sejarah yang menyebutkan nama beliau di antara puluhan jenazah yang menjadi korban kekejaman tersebut.
Kendati demikian, warisan KH. Hamid sebagai seorang pendidik ulung tetap abadi melalui para alumninya yang berkiprah di kancah nasional. Tokoh-tokoh seperti Prof. Mukti Ali (mantan Menteri Agama) dan KH. Azhar Basyir (mantan Ketua PP Muhammadiyah) merupakan didikan langsung beliau. Bahkan, ulama-ulama kharismatik seperti KH. Ali Ma’sum dan KH. Mahfudz, yang pernah menjadi guru bagi tiga Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), juga merupakan santri senior KH. Hamid.
“Dari Tremas, di bawah didikan KH. Hamid, bisa lahir tokoh Islam tingkat nasional, bahkan ada yang menjadi Ketua Umum PBNU sekaligus Ketua Umum PP Muhammadiyah. Ini tidak semua pesantren bisa menghasilkan alumni seperti itu,” tandas Iip.
Kisah KH. Hamid Dimyathi menjadi pengingat bagi seluruh civitas akademika Pondok Tremas akan pentingnya warisan reformasi pendidikan dan semangat perjuangan yang telah ditanamkan oleh para pendahulu. Semangat ini diharapkan terus menginspirasi generasi santri masa kini untuk berkontribusi bagi agama, bangsa, dan negara.