KH Abdul Manan, Berteman dengan R. Ronggowarsito hingga jadi Santri Indonesia Pertama di Mesir

0
3434
Makam Simbah Kiai Haji Abdul Manan Dipomenggolo di Bukit Semanten Pacitan

Syaikh Abdul Mannan bin Abdullah bin Ahmad Al-Tremasi, demikian menurut riwayat Syaikh Yasin Al-Fadani dalam Al-‘Iqdul Farid, diperkirakan lahir pada tahun 1800. Ayah beliau Syaikh Abdullah atau lebih dikenal sebagai Ngabehi Dipomenggolo, adalah seorang mubalig yang ditugaskan di Semanten pada 1816. Semanten pada saat itu merupakan salah satu daerah penghasil kopi.

Kiai Abdul Mannan saat kecil bernama Amatdarsa atau Bagus Darso. Setelah belajar kepada ayahnya, ia kemudian mengaji ke Pesantren Tegalsari yang diasuh oleh Kiai Kasan Besari. Bagus Darso tinggal di asrama Karanggebang, tempat keluarga pengasuh pesantren yang berasal dari kerabat Kasunanan Surakarta. Di pesantren ini, Bagus Darso mempelajari fiqh dan ushul fiqh. Bagus Darso diperkirakan satu angkatan dengan Ronggowarsito yang kemudian menjadi pujangga Keraton Surakarta.

Bagus Darso kemudian menunaikan ibadah haji ke Makkah, diperkirakan sebelum tahun 1820 dan meneruskan belajarnya di bawah asuhan Syaikh Abdul Shamad al-Falimbani. Ia mendapatkan sanad sejumah kitab antara lain: Al-Jami’us Shahih lil Imam Al-Bukhori, Al-Arba’un wa Riyadlus Sholihin lil Imam Nawawi, Sunan Ad-Daruquthni, dan Ithaf Sadatil Muttaqin (Syarah Ihya Uluminddin).

Menurut Kiai Maimoen Zubeir dalam kiitab Al-Ulama al-Mujaddidun, Kiai Abdul Mannan adalah ulama Jawa pertama yang mengkaji kitab Ithaf Sadatil Muttaqin karya Imam Al-Murtadho (w. 1790). Sepulang dari Makkah, Amatdarsa atau Bagus Darso berganti nama menjadi Abdul Mannan.

Setelah merintis pengajian di Semanten untuk beberapa waktu, pada tahun 1830, Kiai Abdul Mannan kemudian pindah ke Tremas, dengan beberapa alasan:

Pertama, beliau menjadi menantu Ngabehi Honggowijoyo yang menjabat sebagai demang. Honggowijoyo adalah saudara dari Dipomenggolo.

Sementara penemuan terbaru, istri beliau fiketahui bernama Nyai Andawiyah, cucu dari Kiai Nuriman Mlangi, alias BPH Sandiyo/KGPH Haryo Kartosuro, kakak kandung PB II & HB I

Kedua, Tremas saat itu merupakan daerah yang makmur, selain sebagai pesawahan yang subur juga banyak ditemukan banyak benda-benda berharga seperti emas. Hal tersebut sangat mendukung untuk pengembangan sebuah pesantren.

Ketiga, menurut laporan Residen Madiun L. Adam, Tremas saat itu merupakan satu satunya daerah di Pacitan yang masyarakatnya masih menganut Hindu-Syiwa atau lebih dikenal sebagai Hindu-Jawa.

Dengan demikian Tremas menjadi tempat yang sangat tepat untuk menjadi wilayah dakwah ulama muda Abdul Mannan. Dan dengan pendekatan dakwahnya yang menyesuaikan kondisi masyarakat, pelan tapi pasti, seluruh warga Tremas menjadi muslim dan menjalankan ajaran Islam secara baik.

Kiai Abdul Mannan pergi haji (untuk kedua kalinya) pada pertengahan 1840-an, didampingi oleh anaknya Abdullah Rais. Mereka berangkat bersama Bagus Belawi asal Purworejo dan Bagus Aboe asal Bojanegara. Bagus Belawi kemudian menjadi Kepala Penghulu Purworejo dan Bagus Aboe menjadi Kepala Penghulu Madiun.

Kiai Abdul Mannan berguru kepada Sayid Muhammad Syatha (w. 1849), lalu melanjutkan rihlah ilmiyyahnya ke Al-Azhar, Cairo, Mesir, untuk belajar kepada Ibrahim Al-Bajuri (w. 1860/1). Selama di Al-Azhar beliau tinggal di Ruwaq Jawi. Dari Al-Azhar antara lain beliau membawa sanad Fathul Mubin syarah ‘ala Umm al-Barahin.

Baca juga : KH Abdul Manan Dipomenggolo Tremas, Pelajar Indonesia Pertama di Al Azhar Mesir

Adanya kajian kitab karya Al-Bajuri sebelum 1860 ini, menarik perhatian peneliti Salomon Keijzer. Ia menyimpulkan bahwa Cairo mulai jadi kiblat baru pendidikan Islam di Jawa. Menurutnya, saat itu ada 24 asrama untuk mahasiswa yang disebut riwaq, salah satunya adalah riwaq Jawi. Menurutnya, sejak saat itulah kemungkinan terbangun poros intelektual Al-Azhar-Jawa.

Syaikh Abdul Manan, menurut catatan Kiai Abdul Mannan wafat pada 27 Syawwal 1278 H atau 27 April 1862 M. Pesantren Tremas kemudian dilanjutkan oleh salahsatu putranya, KH. Abdullah.

Baca juga :

KH Abdul Manan Dipomenggolo, Pionir Jaringan Ulama Nusantara

==========

Catatan ini dirangkum dari hasil diskusi bersama tahun lalu dengan beberapa perbaikan dan tambahan yg diperlukan. Meski penelusuran mengenai manakib, terutama berkaitan dengan nasab beliau belum final, kami mencoba menyajikan kembali sebagai pengingat sekaligus berharap diskusi sejarah ttg Tremas yg sempat terhenti selama masa pandemi bisa dimulai kembali.

Terimakasih buat kang Iip Dzulkipli Yahya sebagai kepala suku, mas Ahmad Faruq, mbak Dwi Ratnasari Gus Rifki, Mas Johan juga Gus Luqman serta teman-teman lainnya yang ada di balik layar.

(Adeahmad)