Bersyukur, Ijazah Pesantren Sudah Diakui Negara

0
8855

Batang- Koordinator Nasional Gerakan “Ayo Mondok” KH Luqman Harits Dimyathi mengajak kalangan pesantren untuk pandai bersyukur. Sebab sekarang ini pesantren dan kitab kuning sebagai pilar utamanya mempunyai hak yang sama dalam sistem pendidikan nasional.

“Kita patut bersyukur, karena negara sudah hadir. Ijazah lulusan pesantren yang selama puluhan tahun lalu hanya masuk di keranjang sampah, kini legalitasnya telah diakui pemerintah,” kata Kiai Luqman dalam seminar bertema Prospek Pesantren Salafiyah dalam Sistem Pendidikan Nasional yang digelar di Pondok Modern Tazakka Bandar Batang, Jawa Tegah, Rabu (1/6) malam.

Pengasuh Pesantren Tremas Pacitan itu menjelaskan, perjuangan para pengasuh pesantren untuk mendapatkan legalitas dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama hingga diterbitkanya Peraturan Menteri Agama (PMA) No 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam dan PMA No 18 Tahun 2014 tentang satuan pendidikan muadalah pada pondok pesantren, dilakukan setelah melewati proses panjang dan berliku.

“Sejak tahun 2004, kami bergelut dengan pasal-pasal. Tarik menarik kepentingan. Kami bersama para kiai terus mengawal dan memperjuangankan PMA ini dengan berdarah-darah,” ungkapnya dengan nada berapi-api dihadapan 200 kiai muda pengasuh pesantren se-Jawa Tengah.

Hingga tahun 2014 lalu, imbuh Kiai Luqman, pesantren benar-benar mendapatkan payung hukum (regulasi) yang jelas, yaitu dengan terbitnya Peraturan Menteri Agama (PMA) No 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam. PMA ini merupakan bentuk penghargaan dari pemerintah kepada pesantren.

“Regulasi yang ada kemudian diperkuat dengan terbitnya PMA No 18 tahun 2014 tentang satuan pendidikan muadalah pada pondok pesantren. Dimana pesantren berhak mengembangkan kurikulum sesuai kekhasan pesantren masing-masing dengan basis kitab kuning,” jelas Sekretaris Forum Komunikasi Pesantren Muadalah se-Indonesia itu.

Satuan pendididikan muadalah terdiri atas dua jenis, Salafiyah yang berbasis kitab kuning dan Mu’allimin yang berbasis dirasah islamiyah. PMA tentang satuan muadalah ini pada akhirnya berhasil menyatukan dan memperkuat peran pesantren salaf dengan pesantren modern, yang selama ini antara keduanya terdapat tembok pemisah.

“Hikmahnya melalui pemyusunan PMA ini, antara pesantren salafiyah dengan pesantren modern menjadi sangat solid,” ungkapnya.

Katib Syuriyah PBNU itu menekankan pentingnya menjaga jatidiri pesantren melalui penerapan PMA tentang satuan pendidikan muadalah. Kepada para pengasuh pesantren, ia berpesan untuk tetap istiqamah menjaga kitab kuning sebagai kurikulum pesantren.

“Pesantren jangan mempersulit diri sendiri, setelah adanya PMA muadalah ini pesantren tetap bisa mengajarkan kitab kuning sebagai kurikulumya dan lulusan pesantrenya dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi karena ijazahnya sudah diakui oleh negara,” pungkasnya.

Silaturarahmi yang digelar di Pondok Modern Tazakka Bandar Batang diikuti sekitar 200 pengasuh pesantren di Jawa Tengah. Tampak hadir dalam acara pembukaan Wakil Bupati Batang Soetadi, Wakil Bupati Kendal Masrur Masykur, Pembina Pondok Tazakka H Muzammil Basyuni, dan Pengasuh Pondok Modern Tazakka KH Anang Rikza Masyhadi.

Selain KH Luqman Harits Dimyathi, beberapa tokoh hadir sebagai narasumber, antara lain Habib Luthfy Bin Yahya, Ketua PWNU Jawa Tengah H Abu Hafsin Umar, Gus Idror Maimun Zubair dan KH Hasyim Muzadi.

Sumber :NU Online