Purworejo – Pengasuh Pondok Tremas KH Luqman Harits, mengatakan gagasan memperkuat eksistensi kiai kampung saat ini belum terealisasi dengan baik. Padahal gagasan itu telah dicetuskan oleh Almaghfurlah KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sejak beberapa tahun silam.
Hal itu disampaikan oleh Kiai Luqman, dalam acara silaturrahim kiai-kiai muda Nahdlatul Ulama dan rembug bersama terkait eksistensi kiai kampung yang saat ini kondisinya semakin memprihatinkan. Silaturrahim ini berlangsung di Pondok Pesantren An-Nur Maron Purworejo, Sabtu (12/3) lalu. Dihadiri oleh perwakilan kiai-kiai muda dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta.
“Pada saat ini nasib kiai kampung semakin terpinggirkan, karena adanya ustadz-ustadz karbitan yang sering muncul di media-media yang secara kapasitas tidaklah seberapa, sementara tanggung jawab kiai kampung tersebut sangatlah berat tapi secara penghargaan sangat rendah sekali,” ujar Kiai Luqman selaku inisiator acara silaturrahim itu.
Seperti diketahui bersama bahwa nasib kiai kampung kini semakin terpinggirkan. Dalam acara tersebut, Gus Lukman berpesan dan mengajak kepada hadirin untuk memikirkan kembali nasib kiai kampung.
“Ketika Gus Dur masih hidup, saya pernah ditimbali oleh Gus Dur, dalam perbincangan itu saya diminta untuk merawat jamaah NU. Sebagai orang yang tinggal didaerah pelosok Pacitan, saya merasa tersanjung ketika diminta oleh beliau langsung untuk memperhatikan nasib para kiai kampung yang mayoritas basis dari kalangan NU,” ujar Kiai Luqman, seperti di kutip dari laman NU Online.
Turut hadir dalam silaturrahim ini, putri sulung Gus Dur, Alissa Wahid. Dalam sambutannya, Alissa Wahid mengatakan bahwa ide membangun kembali eksistensi kiai kampung ini sangatlah cemerlang. Posisi kiai kampung itu sangatlah sentral di lingkungan masyarakat Nahdlatul Ulama tapi saat ini kalah populer dengan ustadz-utadz pendatang baru.
“Sebenarnya ini sudah menjadi keluhan banyak kiai tapi sampai saat belum terealisasikan. Semoga dengan adanya silaturrahim ini nanti yang akan mengeksplorasi gagasan gagasan tersebut,” tambah Alissa.
KH M Imam Aziz yang juga Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menjelaskan, kita ini punya hutang besar kepada Gus Dur, gagasan kiai kampung ini belum bisa dilaksanakan.
“Menurut hasil penelitian, ada sebuah kekhawatiran besar terhadap masa depan islam moderat. Dan bisa disimpulkan bahwa menjadi sebuah kegagalan jika islam moderat tidak merumuskan tawassuth dalam islam moderat itu seperti apa? Terutama dalam bertindak maupun dalam bersikap,” jelas Imam Aziz.
Seperti yang diketahui bersama, dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia masih banyak diwarnai dengan islam garis keras dan gerakan intoleransi. Sementara penganut Islam moderat yang banyak perannya ini semakin tidak kelihatan dan semakin kehilangan identitas.
“Saya rasa ini gagasan yang sangat penting untuk segera dirumuskan kembali,” ujar Imam Aziz.
Acara silaturrahim ini dilanjutkan dengan dialog untuk menyumbangkan gagasan dari perwakilan daerah-daerah. Dialog ini dipimpin langsung oleh KH M Dian Nafi’, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Muayyad Windan Solo.
Sumber :NU Online