10 Muharram, Mengenang Terbunuhnya Sayyidina Husein di Padang Karbala

0
3611
Ilustarsi di Karbala

Mengenang peristiwa Karbala adalah mengenang peristiwa kebiadaban terbesar dalam sejarah Islam. Tragedi kemanusiaan yang mahadahsyat. Di sana, pelanggaran hak asasi manusia, penghianatan, nafsu hewani, kekuasaan duniawi yang mengatasnamakan agama dan lain-lain, berpadu menjadi satu.

Sayyidina Husein, putra Sayyidina Ali, cucu Rasulullah, adalah tokoh utama yang menjadi korban duka-derita Karbala. Seorang Imam yang bernasib malang, yang menjadi bulan-bulanan tentara Yazid bin Muawiyah.

Suatu hari, sebelum peristiwa hebat itu terjadi, Imam Husain diundang untuk datang ke Irak oleh warga Kufah yang berjanji mendukung kekuasaannya untuk mengganti kakaknya Imam Hasan bin Ali, dan lalu berupaya mengkudeta. Yazid bin Muawiyah. Sebelum berangkat ke Kufah, Sayyidina Husein meminta pertimbangan kepada Ibnu Abbas yang terbilang masih pamannya. Ibnu Abbas sebenarnya tidak mengizinkan keponakannya berangkat ke Kufah. Tidak lain karena orang-orang Kufah terkenal suka menipu, tidak jujur, tidak dapat dipercaya. Kendati demikian, Imam Husain tetap meminta izin berangkat pergi menuju Kufah, karena terlanjur berjanji untuk memenuhi undangan kaum Kufah.

Di tengah-tengah perjalanan menuju Kufah, ketika sampai di sebuah padang lepas, Imam Husain bertanya kepada para pengikutnya, “Kita sudah sampai mana?” “Kita sampai di Karbala, ya Imam Husain” “Ya, ini Karbala, ‘Karobun’ wa ‘Balaun’, kesusahan dan tragedi”.

Tanggal 10 Muharram (Asyura) tahun 61H, di Karbala, beberapa kilometer dari Kufah tentara Yazid bin Muawiyah dalam jumlah besar segera menghadangnya. Perang tak sebanding berlangsung sengit.

Pada peristiwa tragis itu cucu Nabi, Sayyidina Husain, isteri dan sahabat-sahabatnya, serta anak-anak keturunan Husain (ahlu bait) dibunuh dengan sangat keji dan kejam. Sebelum Imam Husain syahid, setelah bertempur dan bersimbah darah, ia kembali ke tendanya. Memegang tangan puteranya Imam Ali Zainal Abidin yang terbaring sakit, menekannya ke dadanya dan mengajarkannya do’a. Sebuah hadiah terakhir. Persiapan bagi lautan musibah dan bencana yang akan dihadapi As-Sajjad. Imam Husainpun melepas keluarganya dan menjemput syahadah.

Ketika Imam Husain tersungkur dan jatuh, Dzuljanah, kuda putih yang kesetiaannya luar biasa kepada tuannya itu berusaha melindungi junjungannya dari serangan musuh. Ia mengusap kepala Imam Husain yang bersimbah darah dengan kepalanya. Ia melengking dengan keras. Jeritan, teriakan, kesedihan perpisahan. Kemudian dengan cepat ia berlari ke arah tenda. Konon, setelah itu, Dzuljanah tak pernah terlihat lagi.

Di Padang Karbala, Imam Husain seorang diri. Sahabat-sahabatnya telah banyak yang gugur. Seiring dengan teriakan Sayyidah Zainab, sekelompok musuh tengah menghampiri Al-Husain yang tengah terbaring. Lalu mereka, orang-orang keji itu beramai-ramai menghabisi Sayyidina Husain. Husain dan semua anggota keluarganya, kecuali Ali Zainal Abidin As-Sajjad, dibantai habis-habisan.

Sayyidina Husain wafat di tangan Sinan bin Anas, lalu kepalanya dipenggal oleh Khauli bin Yazid, dibuat bola sepak, dan diarak berkeliling kota. Semuanya dilakukan atas perintah Gubernur Kufah yaitu Ubaidillah bin Ziyad, anak buah Yazid bin Muawiyah. Sesudah itu, kepala Imam Husain di bawa ke Damaskus, diserahkan kepada Yazid. Konon, ketika melihat potongan kepala tersebut, Yazid menangis. Informasi lain menyebutkan Yazid justru puas dan senang. Kemudian Yazid menyerahkan kepala tersebut kepada Zainab. Saudara perempuan Imam Husein ini lalu mengubur potongan kepala itu di Kairo, Mesir. Sementara tubuhnya terkubur di Irak.

Peristiwa Karbala ini dikenang oleh kaum muslim sebagai sebuah tragedi kemanusiaan terdahsyat sepanjang masa.

Al Faatihah untuk Imam Husain dan para syuhada’ yang gugur di padang Karbala..

Ustadz Seftyan Affat, Pengajar di Madrasah Salafiyah Pondok Tremas Pacitan