Shalat Jamaah Tanpa Merapatkan Shaf, Sahkah?

0
2871
Ilustrasi shalat jamaah

Dalam beberapa bulan ini di setiap belahan dunia sedang digemparkan dengan adanya wabah covid-19 atau lebih terkenal dengan sebutan corona. Dalam beberapa minggu ini saja sudah banyak korban positif terkena wabah corona karena penyakit ini sangat midah menular antar manusia satu dengan lainnya. Badan kesehatan dunia WHO juga telah mengumumkan bahwa wabah Corona ini sudah menjadi pandemi dan menjadi darurat kesehatan internasional.

Dampak yang ditimbulkannya juga sangat terlihat. Dalam lingkup ekonomi, kita bisa melihat lesunya pasar ekspor impor dunia dan rusaknya harga rupiah terhadap dolar. Dalam segi sosial, kita bisa melihat sisi negatifnya dengan munculnya keserakahan masyarakat dalam berlebihan memenuhi kebutuhan pribadinya, sedangkan sisi positifnya, kita bisa melihat banyaknya penggalangan dana untuk orang yang membutuhkan, baik itu melalui badan amal zakat maupun pribadi. Dalam ranah pendidikan, kita juga bisa melihat dengan banyaknya lembaga pendidikan khususnya pesantren yang akhirnya meliburkan kegiatan belajarnya dan memulangkan santri-santrinya ke rumah masing-masing sebelum masa ajaran selesai.

Dampak yang terjadi tidak hanya hubungan antar sesama manusia saja. Dalam ranah agama juga tidak sedikit muncul beberapa fatwa dan kajian yang membahas perkara hukum syariat yang berkaitan dengan akibat yang disebabkan adanya wabah ini. Salah satu permasalahan yang sangat banyak dibahas yakni tentang bolehnya meninggalkan shalat jum’at dengan diganti shalat dhuhur di kediaman masing-masing bagi daerah yang sudah terkena dampak wabah corona. Sedangkan untuk daerah yang masih aman dari wabah corona tetap boleh melakukan jamaah shalat jum’at dengan berbagai syarat yang harus dilakukan, baik itu dengan membawa peralatan shalat sendiri, mengetes suhu tubuh ketika masuk masjid, penyemprotan disenfiktan dan membatasi jarak antara shaf jamaah shalat.

Untuk permasalahan batasan jarak antar shaf ini menjadi banyak bahasan oleh berbagai muslim yang awam masalah agama. Ada sebagian yang mengatakan bahwa shalat dengan seperti ini menjadikan tidak sah, tidak sesuai ajaran nabi dan seakan-akan melanggar ketepatan Allah SWT.,

Benarkah demikian.?

Jika ditanyakan hukum shalat dengan memberi jarak antar shaf sah atau tidak, jawabnya shalat yang dilakukan tetap sah karena hukum merapikan shaf adalah Sunnah, bukan termasuk syarat sah dan rukun shalat. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh al-Bujairimi dalam kitab Hasyiah Bujairami ala Khatib:

فَقَدْ نَصَّ عَلَى نَدْبِ سَدِّ فُرَجِ الصُّفُوفِ وَأَنْ لَا يَشْرَعَ فِي صَفٍّ حَتَّى يُتِمَّ مَا قَبْلَهُ

Imam Syafi’i menjelaskan anjuran untuk menutup celah antar shaf shalat dan juga tidak dianjurkan untuk membuat shaf baru sampai shaf yang di depannya sudah sempurna

Dalam ibarat tersebut sudah sangat jelas bahwa merapatkan shaf merupakan kesunnahan saja. Tapi belum selesai di situ, masih ada khilaf para ulama tentang permasalahan ini.  Apakah orang yang shalat jamaah kemudian tidak merapatkan barisan tetap mendapatkan Fadilah jamaah?

Ada dua pendapat dalam permasalahan ini.

Pertama, menurut Imam Syihab ar-Ramli  tetap mendapatkan Fadilah jamaah walaupun shaf terputus dan tidak rapata

Kedua, menurut imam Ibnu Hajar al-Haitami tidak mendapatkan Fadilah jamaah karena merapatkan shaf merupakan Sunnah shalat dan jika meninggalkannya termasuk makruh shalat yang menghilangkan fadilah jamaah. Tetapi hukum makruh ini bisa hilang  dan tetap mendapatkan fadilah jamaah jika ada udzur.

Dua pendapat ini banyak sekali ibarat yang menjelaskanya, terutama didalam kitab Mazhab Syafi’i. Syekh Mahfudz Attarmasie dalam kitab Hasyiah Attarmasie mengatakan :

ويستحب تسوية الصفوف والأمر بذلك لكل أحد وهو من الإمام بنفسه أو مأذونه آكد للاتباع، مع الوعيد على تركها، والمراد بها إتمام الأول فالأول، وسدُّ الفرَج وتحاذي القائمين فيها .. فإن خولف في شئ من ذلك كُره

قال الترمسي معلقا على كلامه (٤/٤١): (أي: وفاتته فضيلة الجماعة عند الشارح، وعند الشهاب الرملي: كل مكروهٍ من حيث الجماعة مفوِّتٌ لفضيلتهاإلا تسوية الصفوف)

Dan dianjurkan merapikan shaf, anjuran ini berlaku bagi seorang imam atau orang yang diperbolehkan menyambung suara imam, anjuran ini disertai dengan ancaman orang yang meninggalkanya. Dan yang dimaksud dengan merapikan shaf adalah memenuhi shaf pertama kemudian baru ke shaf berikutnya, menutup celah yang ada,  serta merapatkan barisan shalat. Apabila salah satu dari ini ditinggalkan maka hukumnya makruh. Syekh Mahfudz Attarmasie mengomentari terhadap ibarat Ibnu Hajar: maksudnya adalah hilangnya Fadilah jamaah menurut syarih- yaitu Ibnu hajar-, sedangkan menurut imam Shihab Ramli : setiap hal makruh yang dilakukan dalam shalat jamaah menjadikan hilangnya Fadilah shalat jamaah kecuali merapikan shaf

Kemudian untuk ibarat pendapat kedua yang mengatakan hilangnya kemakruhan dan tetap mendapatkan fadilah jamaah apabila ada udzur ada di dalam kitab Nihayatul Zain dan Majmu Syarah Muhadzab

مجموع شرح المهذب – (ج 16 / ص 269)

 قال أصحابنا وقد وردت أيضا أخبار بالعدوى، فمنها قوله صلى الله عليه وسلم لا يوردن ذو عاهة على مصح.وروى أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لا تديموا النظر إلى المجذومين، فمن كلمه منكم *فليكن بينهم وبينه قدر رمح*.وروى أن رجلا جاء إلى النبي صلى الله عليه وسلم ليبايعه فأخرج يده فإذا هي جذماء، فقال له النبي صلى الله عليه وسلم ضم يدك قد بايعتك، وكان من عادته صلى الله عليه وسلم المصافحة فامتنع من مصافحته لاجل الجذام، وقال صلى الله عليه وسلم (فرمن المجذوم فرارك من الاسد)

نهاية الزين شرح قرة العين – (ج 1 / ص 230)

 (و) حينئذ كره (شروع في صف قبل إتمام ما قبله) وفي فتاوى محمد الرملي أن الصفوف المقطعة تحصل لهم فضيلة الجماعة دون فضيلة الصف، والمعتمد الأوّل . *نعم إن كان تأخرهم عن سد الفرجة لعذر كوقت الحر بالمسجد الحرام لم يكره لعدم التقصير فلا تفوتهم الفضيلة*.

Dalam teks ibarat Majmu’ yang diberi tanda bintang mengatakan bahwa Rasulullah SAW. menyuruh agar memberi jarak antara orang yang sehat dengan orang yang terkena penyakit kusta seukuran tombak. Kemudian teks ibarat Nihayatul Zain juga memperbolehkan memberi jarak antar jamaah karena udzur seperti shalat di Masjidil Haram ketika tidak mampu terkena terik panas matahari secara langsung

Kesimpulan yang bisa kita pahami dari ibarat yang telah disebutkan, bahwa melakukan shalat jamaah tanpa merapatkan shaf adalah tetap sah shalat yang dilakukan dan tetap mendapatkan fadilah shalat jamaah di tengah adanya wabah yang terjadi.

Semoga Allah segera menghilangkan wabah yang terjadi sekarang ini dan kita semua dapat melakukan aktifitas seperti biasanya. Wallahu a’lam

(Farkhi Asna, santri Tremas, sedang menempuh pendidikan di Al Azhar Mesir)