Pesantren Harus Beradaptasi dengan Tumbuhnya Muslim Kelas Menengah

0
1570

Solo-  Perkembangan zaman sekarang haruslah direspon secara kreatif oleh pesantren. Era digital dan teknologi, serta bertumbuhnya kelas menengah muslim, perlu diadaptasi oleh pengelola pesantren serta komunitas santri.

Hal inilah yang menjadi isu penting dalam Workshop Pemikiran Pesantren, yang diselenggarakan oleh Puslitbang Kementrian Agama bekerjasama dengan Rabithah Ma’ahid Islamiyyah (RMI) NU. Agenda ini dihelat di Hotel Alana, Solo, Jawa Tengah, pada Rabu – Jumat (07-09/9/2016).

Dalam agenda workshop ini, membahas ‘Peta Pesantren dan Tantangan Kontemporer’ yang menghadirkan narasumber KH. Abdul Ghaffar Rozien, Ketua PP Rabithah Ma’ahid Islamiyyah/RMI NU, KH Luqman Harits Dimyathi, Pengasuh Pondok Tremas Pacitan, dan KH Zahrul Azhar Hans, RMI Jawa Timur, yang dimoderatori peneliti Islam Nusantara, Munawir Aziz.

KH. Abdul Ghaffar Rozien (Gus Rozien) mengungkapkan bahwa pesantren saat ini harus siap merespon perkembangan zaman dengan tumbuhnya kelas menengah muslim dan revolusi teknologi. “Saat ini, kelas menengah muslim tumbuh secara drastis, ini perlu dipahami komunitas pesantren. Bagaimana menangkap peluang ini, juga adanya perkembangan teknologi dan media sosial,” ungkap Gus Rozien, yang juga Pengasuh Pesantren Maslakul Huda, Kajen Pati, Jawa Tengah.

Menurut Gus Rozien, komunitas pesantren harus siap membaca perkembangan zaman. “Negara ini sedang beranjak menuju penataan sistem yang lebih baik. Karena itu, hal-hal terkait dengan administrasi dan legal juga harus dikelola,” terangnya. Gus Rozien menyoroti tentang rencana Hari Santri Nasional, dan Gerakan Ayo Mondok yang menjadi agenda bersama.

Sementara, Koordinator Nasional Gerakan Ayo Mondok KH Luqman Harits menegaskan bahwa saat ini sdah tidak ada lagi dikotomi pesantren formal dan non-formal. “Sekarang ini kita harus melepaskan stigma formal dan non-formal. Pesantren sudah diakui oleh negara. Selain itu, kita juga harus siap dengan perkembangan,” jelas Kiai Luqman

Dalam ilustrasinya, Katib Syuriyah PBNU itu mengajak para pengasuh pesantren yang hadir dalam workshop, untuk mengubah cara berpikir. “Sudah saatnya kita berbenah. Kita juga mulai melihat status salaf pesantren dari sistem pembelajarannya, dari isinya, bukan bangunannya,” ungkapnya.

Kiai Luqman mencontohkan, pesantren salaf diukur dari pembelajaran kitabnya, meski bangunannya mentereng dan megah. Bukan hanya dari sisi bangunannya yang kuno dan cenderung kotor.

Pembicara lain, Gus Hans menginginkan bahwa santri saat ini harus berbagi tugas. “Saatnya kita bagi tugas, yang mengurus content ada yang mengawal citra atau casing. Jadi saling sinergi,” papar Gus Hans.

Dalam workshop ini, diungkapkan peran penting pesntren dalam perkembangan Islam pada saat ini. Tantangan radikalisme, terorisme dan paham keagamaan yang kaku, perlu direspon dengan gerakan dan strategi oleh pesantren.